Panglima Kebangkitan

Wahai diri, tidakkah kau tahu bahwa kini ksatria penjaga benteng pertahananmu mulai lelah?

Tidakkah kau sadar, bahwa segenap energinya telah habis menguap, hanya untuk mendinginkan aliran perasaan yang memagma pijar. Mengalir bersama waktu, demi memenuhi ruang hampa yang tak kunjung bisa terisi?

Sedang dibalik benteng itu, tersimpan ruang penyimpanan hati yang selalu rapat terkunci. Apa kau bermaksud menunggu, hingga akhirnya ruang itu meledak—tak sanggup menampung muntahan lahar emosi yang terpenjara oleh sumpah serapah semenjak bayi? Apakah itu yang kau harapkan, hai diri?

Continue reading